Inilah 10 Pesan Ustaz Abdul Somad untuk Para Santri di Seluruh Indonesia
WARTAKOTALIVE COM, JAKARTA -- Hari ini Kamis 22 Oktober diperingati sebagai hari Santri Nasional.
Ustadz Abdul Somad yang juga menempuh pendidikan di Pesantren Darularafah Deliserdang Sumatra Utara memberikan nasehat pada para santri di Indonesia.
Berikut 10pesan yang disampaikan Ustaz Abdul Somad yang dikutip Wartakota dari akun instagramnya
1. Tetaplah merasa santri, agar tak berhenti berbakti
2. Tetaplah merasa santri, agar tak tinggi hati
3. Tetaplah merasa santri, agar berbudi pekerti
4. Tetaplah merasa santri, agar tak merasa benar sendiri
5. Tetaplah merasa santri, agar tetap merasa perlu membaca kitab suci
6. Tetaplah merasa santri, agar tetap hormat pada kyai
7. Tetaplah merasa santri, agar semangat membangun negeri
8. Tetaplah merasa santri, agar peduli pada ekonomi
9. Tetaplah merasa santri, agar tak takut mati
10 Tetaplah merasa santri, agar takut pada Ilahi Selamat hari santri, berbuat manfaat untuk ibu pertiwi
Hari Santri menjadi salah satu topik di Google Trend, Rabu (21/10/2020).
Diketahui, Hari Santri diperingati setiap tanggal 22 Oktober.
Diberitakan Kompas.com (12/10/2020), Wakil Presiden Ma'ruf Amin pernah meminta santri agar dapat menguasai digital teknologi sebagai alat dakwah masa kini dan masa depan.
Sistem dakwah melalui teknologi digital, menurutnya lebih efektif dan lebih memungkinkan masyarakat untuk menyimak dakwah kapan saja.
Waktunya pun lebih fleksibel dengan tempat yang juga bisa dilihat di mana saja.
Bagaimana asal usul ditetapkannya Hari Santri?
Dikutip Harian Kompas, 22 Oktober 2015, Hari Santri Nasional ditetapkan lewat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Keppres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober.
Penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional itu terkait dengan peranan para santri dalam melawan Belanda saat agresi militer kedua.
Berikut Penjelasan Kemenag Lihat Foto Santri putra beraktivitas di Pondok Pesantren An Nuqthah, Kota Tangerang, Banten, Kamis (18/6/2020).
Salah satu momen penting yang melandasi pencanangan Hari Santri adalah saat Hasyim Asy’ari mendeklarasikan resolusi jihad yang mewajibkan seluruh umat Islam melawan penjajah.
Itu menyulut semangat patriotisme rakyat Indonesia.
Itulah sebabnya, keberadaan Hari Santri bukan merujuk pada kelompok atau pihak tertentu, melainkan pada seluruh umat Islam yang mengedepankan komitmen yang sama, yakni untuk menjaga keutuhan bangsa.
Pada tanggal tersebut, fatwa yang disebut sebagai Resolusi Jihad diumumkan Kiai Hasyim Asy’ari.
Fatwa itu berisikan seruan agar para pejuang memerangi Belanda dan setiap pejuang yang gugur berada dalam keadaan mati syahid.
Selain itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Komaruddin Amin mengatakan, penetapan Hari Santri dilakukan tak lepas dari pentingnya peran santri sebagai bagian fundamental bangsa Indonesia.
Menurutnya perjuangan para mahasantri seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto menciptakan organisasi Islam sangat berperan penting dalam perjalanan bangsa.
”Mereka merupakan tokoh yang memiliki komitmen Islam dan komitmen kebangsaan yang luar biasa. Hal inilah yang harus terus kita kenang,” kata Komaruddin.
Oleh karena itu, lanjut Komaruddin, Hari Santri merupakan sebuah pemaknaan sejarah yang otentik, ketika perjuangan bangsa dibangun di atas keikhlasan dan ketulusan para santri yang berpaham merah putih.
Santri dapat menjadi pemersatu umat, baik secara psikologis, ideologis, maupun politis.
”Partai boleh berbeda, tetapi semangat kesantriannya tetap sama,” katanya.
Peringatan ini diharapkan menjadi pendorong bagi seluruh umat Islam di Indonesia untuk menanamkan komitmen bangsa di dalam dirinya.
Definisi santri
Menurut Kamaruddin Amin dalam opini Harian Kompas, 22 Oktober 2015, definisi santri tidak tertaut pada satu kelompok saja.
Dia mengatakan jika membaca sejarah perjuangan tokoh-tokoh Islam yang berdarah merah putih, terlihat bahwa mereka memiliki komitmen keislaman dan keindonesiaan yang sangat kuat.
Mereka seperti Hasyim Asyari (NU), KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), A Hassan (Persis), Ahmad Soorkati (Al-Irsyad), Mas Abd Rahman (Matlaul Anwar).
"Kalau definisi santri dapat dinisbahkan kepada mereka, maka santri adalah mereka yang memiliki komitmen keislaman dan keindonesiaan, mereka yang hidupnya diinspirasi dan diselimuti nilai-nilai Islam di satu sisi dan semangat serta kesadaran penuh tentang kebangsaan Indonesia yang majemuk di sisi lain," tulisnya.
Oleh sebab itu, santri tidaklah eksklusif teratribusi pada komunitas tertentu, tetapi mereka yang dalam tubuhnya mengalir darah Merah Putih dan tarikan napas kehidupannya terpancar kalimat la ilaha illallah. Jika definisi itu disepakati, maka penetapan Hari Santri menjadi sangat relevan dalam konteks Indonesia modern yang plural.
Hari Santri menjadi milik umat Islam Indonesia secara keseluruhan.
Menurutnya, definisi santri seperti di atas diharapkan menjadi driving force yang dapat mengintegrasikan, tak hanya ideologis sosiologis, tetapi juga politis.
Oleh karena itu, penetapan Hari Santri setidaknya merupakan, pertama, pemaknaan sejarah Indonesia yang orisinal dan otentik yang tidak terpisah dari episteme bangsa.
Bahwa, Indonesia tak hanya dibangun di atas senjata, darah, dan air mata, tetapi berdiri karena keikhlasan dan perjuangan para santri religius yang berdarah Merah Putih.
Kedua, secara sosio-politik mengonfirmasi kekuatan relasi Islam dan negara.
Indonesia dapat menjadi model dunia tentang hubungan Islam dan negara.
Ketiga, meneguhkan persatuan umat Islam yang telah terafiliasi dan menyejarah dalam ormas-ormas Islam dan parpol yang berbeda.
Perbedaan melebur dalam semangat kesantrian yang sama.
Keempat, pengarusutamaan santri yang berpotensi termarjinalkan oleh derasnya arus globalisasi.
Penetapan Hari Santri tentu tak hanya bersifat simbolik formalistik, tetapi bentuk afirmasi realistis atas komunitas santri.
Kelima, menegaskan distingsi Indonesia yang religius demokratis atau upaya merawat dan mempertahankan religiositas Indonesia yang demokratis di tengah kontestasi pengaruh ideologi agama global yang cendrung ekstrem radikal.
Sumber Dari Wartkota tribunnews com